Kamis, 25 Desember 2008

Pengertian Qadzaf

Salah alasan yang sering dilontarkan oleh segelintir kelompok yang dikenal liberal menolak penerapan syariah Islam oleh negara adalah bahwa tidak ada dalil yang mewajibkan mendirikan negara. Bagaimana menjawab pertanyaan ini ?

Telah menjadi kesepakatan para ulama bahwa dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits nabi saw digunakan dua pendekatan. Pertama, memahami pengertian secara tersurat, secara langsung dari lafazh-lafazh al-Quran maupun as-Sunah. Ini yang sering dikatakan sebagai pengertian secara harfiah. Sedangkan para ulama menyebutnya sebagai manthûq. Yakni pengertian tersurat, pengertian yang langsung dipahami dari lafazh (kata) atau dari bentuk lafazh yang terkandung dalam nash. Kedua, pengertian secara tersirat. Yaitu pengertian yang dipahami bukan dari lafazh atau bentuk lafazh secara langsung, tetapi dipahami melalui penafsiran secara logis dari petunjuk atau makna lafazh atau makna keseluruhan kalimat yang dinyatakan dalam nash. Kita sering menyebutnya sebagai pengertian kontekstual. Sedang para ulama menyebutnya dengan istilah mafhûm. Makna ini merupakan akibat (konsekuensi) logis makna yang dipahami secara langsung dari lafazh. Makna ini menjadi kelaziman makna lafazh secara langsung. Artinya makna ini menjadi keharusan atau tuntutan makna lafazh. Dan para ulama menyebutnya sebagai dalâlah al-iltizâm. Dalâlah al-iltizâm ini dapat dibagi menjadi : dalâlah al-iqtidhâ’, dalâlah tanbîh wa al-imâ’, dalâlah isyârah dam dalâlah al-mafhûm yang terdiri dari mafhûm muwâfaqah dan mafhûm mukhâlafah (pengertian berkebalikan). Namun perlu diingat bahwa pengambilan pengertian dari nash syara’ baik secara manthuq maupun secara mafhum tidak boleh keluar dari ketentuan pengambilan pengertian dalam bahasa arab.

Dengan menggunakan dua pendekatan ini maka kita akan mendapati bahwa al-Quran dan as-Sunnah serta didukung oleh Ijma’ Sahabat telah mewajibkan kita mendirikan pemerintahan atau negara. Dalil-dalil serta penarikan argumentasi wajibnya kita mendirikan negara/pemerintahan itu adalah sebagai berikut :

Pertama, Allah Swt telah memerintahkan kita untuk menaati ulil amri. Allah Swt berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (TQS. an-Nisâ’ [04]: 59)

Ibn Athiyah menyatakan bahawa ayat ini merupakan perintah untuk menaati Allah, Rasul-Nya dan para penguasa. Pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama: Abu Hurairah, Ibn ‘Abbas, Ibn Zaid dan lain-lain.[1]

Lebih jauh ayat ini juga memerintahkan kita untuk mewujudkan penguasa yang kita wajib mentaatinya. Semua yang dinyatakan oleh Allah adalah benar. Allah Swt juga tidak mungkin memerintahkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mungkin kita laksanakan. Kewajiban menaati ulil amri itu akan bisa kita laksanakan jika sosok ulil amri itu wujud (ada). Jika tidak ada, maka tidak bisa. Padahal, itu adalah kewajiban dan tidak mungkin Allah salah memberikan kewajiban. Maka sebagai konsekuensi kebenaran pernyataan Allah itu, maka sesuai ketentuan dalâlah al-iltizâm, perintah menaati ulil amri juga merupakan perintah mewujudkan ulil amri sehingga kewajiban itu bisa kita laksanakan. Maka ayat tersebut juga bermakna, realisasikan atau angkatlah ulil amri diantara kalian dan taatilah ia. Yang dimaksud ulil amri dalam ayat ini adalah penguasa.

Pengertian Khamar

KHAMAR

Khamar berasal dari bahasa Arab artinya menutupi. Jenis minuman yang memabukkan (menutupi kesehatan akal). Sebagian ulama seperti Imam Hanafi memberikan pengertian khamar sebagai nama (sebutan) untuk jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang mengandung unsur yang memabukkan. Ada pula yang memberi pengertian khamar dengan lebih menonjolkan unsur yang memabukkannya. Artinya, segala jenis minuman yang memabukkan disebut khamar.

Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya gejala kejahatan, seperti menghalangi seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi seseorang melakukan shalat yang merupakan tiang agama, menghalangi hati dari sinar hikmah dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar baik secara esensi maupun penggunaannya, diharamkan secara qath’i (yakin) dalam Alquran maupun sunah Nabi SAW. Tetapi karena pada awal Islam khamar telah menjadi kebiasaan atau bagian hidup masyarakat Arab, maka pelarangannya dilakukan secara bertahap.

Pertama, Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal dan sekelompok sahabat bertanya kepada Nabi SAW tentang khamar. Kemudian turunlah wahyu yang dinyatakan dalam Alquran pada surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…’’ Pada ayat ini belum ada larangan karena kandungan ayat tersebut hanya berupa informasi yang menyebutkan dosa khamar lebih besar dari pada manfaatnya.

Kedua, tertera dalam surat al Maidah ayat 90 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.’’ Dalam ayat ini, manusia dituntut untuk meninggalkan minum khamar, karena hal ini termasuk perbuatan keji atau perbuatan setan.

Ketiga, ketika ada seorang mabuk akibat meminum khamar yang mengerjakan shalat dan membaca surat Al Kafirun secara berulang-ulang tetapi tidak benar, maka turun wahyu yang tercantum dalam surat An-Nisa ayat 43 yang artinya, “Hai orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…’’

Khamar yang memabukkan itu disebut induk kejahatan karena orang yang mabuk akan hilang kendali kesadarannya. Oleh karena itu, meminum khamar termasuk salah satu dosa besar. Hal ini disebutkan dalam hadis riwayat Tabrani dari Abdullah bin Umar yang artinya, “Khamar adalah ibu kejahatan dan terbesar dosa-dosa besar dan barangsiapa meminum khamar, maka akan meninggalkan salat dan terjatuh (menggauli) ibu dan bibinya.’’ Nabi SAW juga menggambarkan orang yang meminum khamar ibarat orang yang menyembah berhala, artinya telah hilang Islamnya. (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Karena besar dosa akibat minum khamar, maka yang mendapat laknat atau hukuman bukan saja orang yang meminum khamar, tapi juga pihak yang terlibat dengan khamar, seperti orang yang menghidangkan, menjual, memasok, membuat, mengusahakan dan yang menikmati hasil penjualan khamar.

Adapun hikmah mengapa diharamkan minum khamar, antara lain untuk menjaga kebutuhan primer yang bersifat daruri yaitu, agama, akal, harta, kehormatan dan keluarga. Karena jika seseorang telah kecanduan minum khamar, maka kelima hal di atas berantakan.*** [dam/triyono-infokito]

Minggu, 21 Desember 2008

BUGHOT

BUGHOT
Surabaya -- Rais Syuriah NU Jawa Timur, KH Masduki Makhfud memberikan peringatan keras bagi pihak-pihak yang menentang Pemerintahan Gus Dur.
NU akan menganggap penentang Pemerintahan Gus Dur sebagai pemberontak. “Penentang Pemerintahan Gus Dur sebagai bughot (secara harfiah berarti pemberontak-red), karena memberontak terhadap pemerintah yang syah,” demikian KH Masduki Makhfud menegaskan.
Ia juga menandaskan bahwa para ulama NU akan tetap memposisikan diri sebagai kekuatan penyeimbang, dan tetap akan memberikan kritik terhadap Gus Dur. “Kiai dan ulama akan tetap mejadi kekuatan penyeimbang dan selalu memberikan kritik bagi Gus Dur,” katanya menjelaskan.

Sikap ulama itu, lanjut Kiai Masduki, tidak main-main, karena Pemerintahan Gus Dur adalah pemerintah yang syah, dan merupakan manivestasi keinginan rakyat. Oleh sebab itu, ia bersama kiai dan para ulama lainnya akan berada di belakang Gus Dur dan membantu mempertahankan pemerintahannya hingga akhir masa jabatan.

”Bersama para ulama, NU akan berdiri di belakang Gus Dur, dan ikut membantu mempertahankan pemerintahannya hingga 2004 nanti,” tegas kiai yang sering dicap sebagai kiai dengan pernyataan keras ini.

Pernyataan keras KH Masduki itu terungkap dalam sarasehan bertajuk ‘Kiprah NU dalam Perjuangan Bangsa Dulu dan Kini’, yang dihadiri ulama NU se-Surabaya di kantor PCNU Surabaya Jl Bubutan, Kamis (24/8).
Dalam Sarasehan Ulama sepakat mengeluarkan pernyataan politik, yakni; akan mendukung penuh Keputusan Presiden Abdurahman Wahid dalam penyusunan kabinet Rabu silam. “Ulama NU menganggap menyusun kabinet adalah hak prerogatif presiden,” tutur jubir pernyataan hasil sarasehan.
Yang menarik, sarasehan juga merekomendasikan penyusunan sejarah ulama pencetus Resolusi Jihad 1945, dan pelaku peristiwa 10 November 1945. Menurut Ketua Tim Perumus Sarasehan, KH Abdurahman Navis Lc, pencetus Resolusi Jihad itu ada 6 ulama yaitu; KH Hasyim Asy’ari (kakek Gus Dur), KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Ridwan Abdullah, KH A Halim, KH Dahlan dan KH M Noer.

Isi resolusi itu ada 4 butir; pertama, mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945, kedua, mempertahankan Pemerintahan RI, ketiga, waspada kepada Belanda yang akan kembali menjajah dengan membonceng tentara Inggris, terakhir kewajiban jihad bagi tiap orang Islam (fardlu ‘ain) yang berada di radius 94 KM.
”Resolusi dan para kiai pencetusnya perlu dibukukan agar generasi muda mengetahui bahwa ulama itu eksis dalam perjuangan mempertahankan bangsa dan negara,” ujar KH Abdurahman. *** (ron)

Pengertian do'a

A. Arti Doa / Do'a
Doa adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Sebaiknya kita berdoa kepada Allah SWT setiap saat karena akan selalu didengar olehNya.

B. Tujuan Berdo'a / Berdoa
- Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT
- Agar selamat dunia akhirat
- Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk

C. Waktu-waktu yang tepat / mustajab untuk berdoa kepada Allah SWT
- Ketika membaca AlQuran
- Setelah Solat wajib
- Pada saat tengah malam setelah sholat tahajud
- Saat melaksanakan ibadah haji
- Saat berpuasa wajib dan sunah

D. Adab atau Tata cara Berdoa / berdo'a
- Menghadap ke Kiblat / Ka'bah
- Sebelum berdoa membaca basmalah, istighfar dan hamdalah. Kemudian diikuti salawa nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
- Mengangkat kedua telapak tangan sebelum berdoa dan mengusap muka dengan telapak tangan setelah doa.
- Melembutkan suara dan tenang saat berdoa
- khusyuk, ikhlas dan serius
- Berharap agar doanya diterima Allah SWT
- Berdoa berulang-ulang di lain waktu untuk menunjukkan keseriusan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT
- Setelah berdoa ditutup dengan salawat nabi dan pujian pada Allah SWT.

pengertian dan dalil berzina

Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum. Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya. Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.

1. Zina Dalam Pengertian Khusus


Sedangkan yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.

Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.

Sedangkan As-syafi�iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.

Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.

Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :

  1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
  2. Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
  3. Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
  4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
  5. Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
  6. Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang �adil� atau �darul-Islam�. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.


Zina Dalam Pengertian Umum

Zina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT.

Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa� : 32)

Dalil Naqli tentang zina dalam Alqur'an:

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
[QS Al Isra' 17:32]

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."
[QS Al A'raaf 7:33]

pengertian dan dalil mencuri

pengertian memcuri :
arti mencuri, mungkin kita perlu bagi pencurian menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian secara pasif.

Pertama, pencurian secara aktif. Apa maksudnya? Pencurian secara aktif adalah tindakan mengambil hak milik orang lain tanpa sepengetahuan si pemilik .

Kedua, pencurian secara pasif. Apa maksudnya? Bila pencurian secara aktif berarti tindakan mengambil hak milik seseorang, maka pencurian secara pasif berarti tindakan menahan apa yang seharusnya menjadi miliknya orang lain.

Laknat Tuhan akan turun bila para pencuri dibiarkan leluasa melakukan kejahatannya. Menurut hukum Tuhan, bila pencuri-pencuri itu masih ingin hidup, maka mereka harus mengembalikan apa yang mereka ambil .Berikutnya menyebutkan bahwa bila seekor kambing atau sapi dicuri, maka pencurinya harus membayar kembali lima sapi dan empat kambing. Bagaimana kalau ia tidak mampu membayar? Maka, si pencuri itu harus dijual sampai hutangnya lunas,atau hukuman yang lebih berat, yaitu mengembalikan tujuh kali lipat. Dan bahkan, ada pencurian yang berujung pada hukuman mati. Intinya, sekali lagi, Alkitab sering mengulang-ulang perintah jangan mencuri. Tentunya, hal ini menandai betapa seriusnya Tuhan akan dosa yang satu ini.

Dalil mencuri :
  • dari Ibnu Umar r.a berkata, “Beliau (Rasulullah) memotong tangan pencuri karena mencuri perisai (baju besi) seharga 3 dirham” (Al Bukhari dalam Al Hudud no.6796 dan Muslim dalam Al Hudud no.1686/6)
  • dari Aisyah r.a, Nabi bersabda, “Tangan harus dipotong karena mencuri ¼ dinar atau lebih” (redaksi Al Bukhari dalam Al Hudud no.6789)

redaksi Muslim dalam Al Hudud no.1684/2, “Tangan pencuri tidak dipotong melainkan karena mencuri ¼ dinar atau lebih.”

  • Nabi bersabda, “Potonglah karena mencuri ¼ dinar, dan jangan potong karena mencuri kurang dari itu.” (Al Bukhari dalam Al Hudud no.6791)
  • dari Rafi’ bin Khudaij menuturkan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: tidak ada hukum potong karena mengambil buah-buahan, begitu pula tandan kurma.” (HR. Ahlus Sunan, Abu Dawud dalam Al Hudud no.4388, dan At Tirmidzi dalam Al Hudud 1449).
  • dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia menuturkan, “Aku mendengar dari Muzainah bertanya pada Rasulullah. Katanya, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk bertanya tentang unta yang tersesat. Beliau menjawab: unta itu membawa sepatunya dan membawa tempat minumnya, ia memakan dedaunan dan meminum air. Biarkanlah ia (jangan diambil) sampai orang yang mencarinya mendapatkannya. Ia bertanya: Bagaimana dengan kambing-kambing yang tersesat? Beliau menjawab: Untukmu, untuk saudaramu, atau untuk serigala. Kumpulkan kambing-kambing itu sehingga orang yang mencarinya datang. Ia bertanya: Lalu bagaimana dengan hewan yang diambil dari tempat gembalaannya? Beliau menjawab: Ia harus membayarnya dua kali lipat dan dihukum cambuk. Sedangkan apa yang diambil dari tempat derum unta, maka ia harus dipotong. Apabila yang diambil mencapai harga perisai (1/4 dinar). Ia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana hukum buah-buahan dan apa yang diambil dari tangkainya? Beliau menjawab: Barangsiapa yang mengambil darinya dengan mulutnya dan tidak mengantonginya, maka tidak ada hukuman atasnya. Dan barangsiapa yang membawanya, maka ia harus membayarnya dua kali dan dihukum cambuk. Apa yang diambil dari penjemurannya (tempat pengeringan biji kurma dan gandum), maka ia dipotong apabila yang diambil mencapai harga perisai. Bila tidak mencapai harga perisai, maka ia membayar denda dua kali lipat dan beberapa kali cambukan.” (HR. Ahlus Sunan, tetapi ini redaksi An-Nasa’I, Abu dawud dalam Al Hudud no.4390; dan an-Nasa’i dalam Qath’ as-Sariq no. 4959.)
  • Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Ma’idah:38-39)
Dari dalil-dalil diatas, saya memahami bahwa seseorang bisa dianggap sebagai pencuri dan dikenai hukum potong tangan apabila pencurian dilakukan pada tempat penyimpanan dan telah mencapai nishab (1/4 dinar, 1 dinar = 4.25 gr emas murni(=1,0625 gr emas murni atau kalau sekarang ( 1gr emas murni 99% = Rp. 174.500

Selasa, 16 September 2008

Ta'zir

Ta‘zîr

Ta‘zîr adalah sanksi atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak had dan kafarah.
Pada dasarnya, sanksi ta‘zîr ditetapkan berdasarkan pendapat seorang qâdhi dengan mempertimbangkan kasus, pelaku, politik, dan sebagainya.

Di dalam buku ini, Dr. Abdurrahman al-Maliki mengelompokkan kasus ta‘zîr menjadi delapan:

(1) pelanggaran terhadap kehormatan;
(2) penyerangan terhadap nama baik;
(3) tindak yang bisa merusak akal;
(4) penyerangan terhadap harta milik orang lain;
(5) ganggungan terhadap keamanan atau privacy;
(6) mengancam keamanan Negara; ]
(7) kasus-kasus yang berkenaan dengan agama;
(8) kasus-kasus ta‘zîr lainnya.

Diyat

HUKUMAN DIYAT

1. Hukuman Diyat ialah harta yang wjib dibayar dan diberi oleh penjinayah kepada wali atau waris mangsanya sebagai gantirugi disebabkan jinayah yang dilakukan oleh penjinayah ke atas mangsanya.

2. Hukum Diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang sehubungan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah dan Rasulnya di dalam Quran dan Hadis sebagai ganti rugi di atas kesalahan-kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan, atau melukakannya.

3. Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman diyat ialah:

a) Pembunuhan yang serupa dengan sengaja.
b) Pembunuhan yang tersala(tidak sengaja).
c) Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau ahli waris orang yang dibunuh.

Firman Allah Taala:
Maka sesiapa(pembunuh) yang dapat sebahagian keampunan dari saudaanya (pihak yang terbunuh) maka hendaklah (orang yang mengampunkan itu) mengikut cara yag baik (dalam menuntut ganti nyawa), dan si pembunuh pula hendaklah menunaikan (bayaran ganti nyawa itu) dengan sebaik-baiknya.
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu serta satu rahmat kemudahan. sesudah itu sesiapa yang melampaui batas (untuk membalas dendam pula) maka baginya azab yang tidak terperi sakitnya.

MAIN
geovisit();

Qishas

Qisas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Qishash)
Langsung ke: navigasi, cari

Qisas (bahasa arab: قصاص) adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.
[1]
Dasarnya adalah: "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik." [Al Baqarah:178]

"Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim." [Al Maa-idah:45]

Meski demikian dikatakan Al Qur'an bila hak Qisas dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam bentuk materi.

Qisas dipraktekkan di negara-negara yang menganut syariat Islam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan

[sunting] Referensi
^ Al Qur'an Al-Maidah ayat 45 5:45

jinayat

[keluarga-islam] Pengertian Jinayat
kang ncepsMon, 11 Jun 2007 22:47:35 -0700
Bab 1 : Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat
yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul
kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.

Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan
bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan
anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau
melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan
sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di
bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas,
diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama
sendiri dan sebagainya
2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala
fitrah tuduh-menuduh.
3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada
kecurian, ragut dan lain-lain.
4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan
keselamatan diri.
5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan
orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan

[keluarga-islam] Pengertian Jinayat kang nceps

Selasa, 12 Agustus 2008

ILMU DLORURI DAN ILMU MUHTASAB

ILMU DLORURI yaitu:
ilmu yang masih bisa berubah hukumnya asal kata: dlorro-yudlorru-dloriiron يضcontoh kasus: babi haram, tetapi bisa menjadi halal bila dalam keadaan dlorurot.
Dalil Naqli: Al Maidah 33.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [394].
Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.[395].
Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.[396].
Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak.
Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu.
Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.[397].
Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.[398
Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
ILMU MUHTASAB yaitu: ilmu yang sudah baku hukumnyaasal kata: hasabacontoh kasus: qishaashDalil naqli: Al An’amhttp://hilmazarina.blogspot.com/2008/08/ilmu-dloruri-dan-muhtasab.html
Diposting oleh winya cumil di
06:38

0 komentar:

Senin, 04 Agustus 2008

Perbedaan Definisi antara Fiqh dan Ushul-Fiqh



Written by Abu Tajuddin
Tuesday, 24 May 2005

Assalamu 'alaykum,

AlhamduliLLAHi wash-Shalatu was-Salamu 'ala rasuliLLAHi wa 'ala 'alihi..

Amma Ba'd,

ikhwan wa akhawat fiLLAH, pada kali ini ana menyampaikan bagian dari kitab yang berharga yang ditulis oleh fadhilatu syaikh Prof. DR. Abdul Wahhab Khallaf yang berjudul "Ilmul-Ushulul-Fiqh", dalam salah satu babnya yang ana nukilkan & ana berikan penjelasan (syarh) seperlunya disini, dimana beliau menjelaskan perbedaan antara ilmu FIQH & ilmu USHULUL-FIQH secara rinci, selamat menyimak, nafa'ani waiyyakum..

WalhamduliLLAHi wash-Shalatu was-Salamu 'ala rasuliHI wa 'ala 'alihi..Akhukum fiLLAH,
Nabiel Almusawa--------------------

PERBEDAAN DEFINISI ANTARA FIQH DAN USHUL-FIQHDasar Ahkam Syar'iyyah Islam :
Al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas.FIQH :
1. Ilmu tentang ahkam syar’iyyah Islam mengenai perbuatan manusia yg diambil dari dalil2 secara tafshili (detail).2. Kodifikasi ahkam syar’iyyah Islam tentang perbuatan manusia yg diambil berdasarkan dalil2 secara detail.
USHUL FIQH :
Ilmu tentang kaidah & pembahasan yang dijadikan acuan dalam penetapan ahkam syar’iyyah mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.
Kumpulan kaidah2 & pembahasan2 yang dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan ahkam syar’iyyah tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.

Dari kedua definisi di atas nampak perbedaan obyek kajian antara kedua ilmu tsb ;

Fiqh membicarakan perbuatan manusia dari dalil2 yang detil (terperinci) artinya langsung pada perbuatannya & langsung dalil2nya untuk setiap perbuatan tsb, sementara ushul-fiqh membicarakan tentang kaidah2 acuan untuk perbuatan manusia tsb, artinya pedoman2 yang akan dijadikan acuan untuk penetapan dalil tsb.

Fiqh merupakan kumpulan ilmu & hukum2 tentang setiap perbuatan manusia yang langsung berkaitan dengan aspek2 khusus, sementara ushul fiqh membicarakan ilmu & hukum2 tentang acuan untuk pengambilan (istinbath) hukum2 fiqh secara umum. Jadi jika di dalam fiqh dibicarakan bagaimana hukum hudud (pidana islam), ijarah (sewa-menyewa), wakaf , dsb ; maka dalam ushul-fiqh dijelaskan tentang bagaimana hukum tsb bisa termasuk amar (perintah), nahyu (larangan), 'aam (umum), muthlaq (menyeluruh), dsb.

FIQH : Obyek Fiqh adalah perbuatan mukallaf (muslim/ah yg sudah baligh) dilihat dr sisi ketetapan ahkam-syar’iyyahnya, spt : bagaimana hukum2 untuk seorang muslim/ah melakukan Ijarah, wakalah, hudud, wakaf, dsb.
USHUL FIQH : Obyek Ushul-Fiqh adalah dalil2 syar’i scr umum dilihat dr sisi ketetapan hukumnya scr umum, spt : qiyas & apa argumentasinya, mana dalil2 yg bersifat/menunjukkan hukum2 ‘aam (umum) & mana yg khash (khusus), mana dalil2 yg bersifat muthlaq (menyeluruh) & mana yg muqayyad (terbatas), mana dalil2 yg menunjukkan shighat-amr (perintah) & shighat2 yg menunjukkan nahyu (larangan), dst.

Sehinggga tersusunlah kaidah2-ushuliyyah (kaidah2 dlm ilmu suhul fiqh) spt :

- AL-AMR LIL IJAB :
Bahwa perintah itu menunjukkan wajib, spt contoh kasus fiqhnya pada QS 5/1 (memenuhi janji adalah wajib).
- AN-NAHYU LIT TAHRIM :
Bahwa larangan itu menunjukkan haram, seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 49/11 (tentang mengolok2 suatu kaum adalah haram).
- AL-AM YANTAZHIMU JAMI’A AFRADIHI QATH’AN (Bentuk umum mengumpulkan seluruh dalilnya menjadi umum secara qath’i), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 4/23 (haramnya menikahi semua ibu secara umum).
- AL-MUTHLAQU YADULLU ‘ALAL FARDISY SYA’I BIGHAIRI QAYYID (Bentuk muthlaq menunjukkan pengertian umum yang tak terbatas), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 58/3 (kafarat zhihar adalah dengan memerdekakan budak secara muthlaq, baik budak tsb muslim atau kafir).

2008 Indonesian Muslim Society in America - Sisters (IMSA Sisters)
Joomla! is Free Software released under the GNU/GPL License.